Formulir Kontak

 

DAMPAK PEMBANGUNAN PERUMAHAN TERHADAP PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN



DAMPAK PEMBANGUNAN PERUMAHAN TERHADAP PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN KONDISI SOSIAL-EKONOMI PENJUAL LAHAN DI KECAMATAN MLATI




Abstrak

Pertumbuhan jumlah penduduk dan tingginya angka kelahiran berakibat pada peningkatan kebutuhan perumahan. Konsekuensi logisnya adalah pada perubahan penggunaan lahan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat.Tujuan penelitian ini adalah membandingkan perubahan penggunaan lahan dari tahun 2001, 2007, dan 2011; membandingkan luas pemilikan lahan para penjual lahan; menjelaskan dampak pembangunan perumahan terhadapaspek penggunaan lahan (bentuk, metode, dan orientasi); menjelaskan dampak pembangunan perumahan terhadap kondisi sosial ekonomi penjual lahan.Penelitian ini menerapkan metode survei. Teknik analisis yang digunakan yakni, analisis peta, uji perbandingan (T-Test), korelasi, tabel frekuensi dan analisis deskripsi. Hasil penelitian menunjukkan perkembangan perumahan di Kecamatan Mlati sejak tahun 2004-2011 mencapai 68 kompleks perumahan. Laju perubahan penggunaan lahan pada periode 2001-2007 tertinggi ada di Desa Sinduadi (18,39 Ha/tahun), sedangkan pada periode 2007-2011 ada di Desa Sumberadi (5,52 Ha/tahun).Mayoritas penjual lahan memiliki lahan < 2.000 m², dengan persentase lahan pertanian kurang dari 30%.Hasil uji komparasi menunjukkan rata-rata pendapatan responden meningkatsetelah menjual lahan.

Kata kunci: dampak, perumahan, penggunaan lahan, sosial-ekonomi, penjual lahan.



PENDAHULUAN

Akhir-akhir ini, separuh dari populasi dunia tinggal di perkotaan dan diperkirakan antara tahun 2000 hingga 2015 jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan bertambah sebanyak satu miliar jiwa sedangkan yang bertempat tinggal di perdesaan hanya bertambah sebanyak 125 juta jiwa (UN-HABITAT, 2002). Kepadatan permukiman dan bangunan di Kota Yogyakarta memunculkan Kawasan Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta dan direncanakan menjadi Pusat Kegiatan Nasional (Perda Provinsi DIY No.2 Tahun 2011).

Tingginya minat pendatang untuk bertempat tinggal di wilyah Kabupaten Sleman memang memberi andil dalam perkembangan wilayah. Setiapada pembangunan perumahan baru akan muncul fasilitas pelayanan pendukung bagi para penghuni perumahan, mulai dari kompleks pertokoan, rumah makan, hingga jasa pelayanan seperti warnet (warung internet) dan sebagainya.

Kecamatan Depok, Kecamatan Ngaglik, Kecamatan Mlati, dan Kecamatan Gamping merupakan bagian wilayah Kabupaten Sleman yang berkembang dengan pesat menjadi kawasan perkotaan dan pusat kegiatan baru. Keberadaan fasilitas pelayanan seperti kompleks perumahan, beberapa universitas, pertokoan, fasilitas pelayanan dan jasa memengaruhi banyaknya jumlah penduduk yang ada di kecamatan ini.

Kecamatan Ngaglik memiliki pertumbuhan penduduk terbesar (0,0541) pada periode tahun 2000-2010 bila dibandingkan dengan kecamatan lainnya walaupun letaknya tidak berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta (tabel 1). Kecamatan Depok dan Kecamatan Mlati memiliki jumlah penduduk dan pertumbuhan sedikit lebih kecil yakni 0,0527 dan 0,0439. Hal ini menunjukkan kecenderungan perkembangan wilayah yang dinyatakan dengan pertumbuhan jumlah penduduk ke arah utara hingga barat. Kondisi ini sangat erat kaitannya dengan kebijakan pembangunan perumahan dan fasilitas pelayanan.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Kabupaten
Sleman Tahun 2000-2010


Jumlah
Pertumbu
N
Kecamat
Penduduk
han
o
an
(Jiwa)
Penduduk


2000
2010
(r)
1
Berbah
39.70
50.75
0,0245





7
8

2
Cangkrin
25.99
28.17
0,008
gan
5
7


3
Depok
105.9
179.5
0,0527
74
23



4
Gamping
64.58
97.00
0,0406
9
8



5
Godean
56.29
65.86
0,0157
8
9



6
Kalasan
54.07
76.11
0,0341
8
8



7
Minggir
34.20
29.24
-0,0156
5
7



8
Mlati
65.22
101.2
0,0439
2
18



9
Moyudan
33.32
30.76
-0,0079
2
6



1
Ngaglik
59.14
100.6
0,0541
0
3
13


1
Ngempla
43.30
58.82
0,0306
1
k
6
3

1
Pakem
30.15
34.65
0,0139
2
7
5


1
Pramban
43.59
46.83
0,0071
3
an
1
7

1
Seyegan
41.79
45.03
0,0074
4
5
3


1
Sleman
54.65
62.56
0,0135
5
0
7


1
Tempel
45.85
49.30
0,0072
6
7
3


1
Turi
31.70
33.05
0,0041
7
0
2



Total
829.5
1.090.
0,0273

89
567



Sumber : BPS, tahun 2000 dan 2010

Urbanisasi di pinggiran kota merupakan suatu dampak dari kondisi kota yang telah mencapai suatu titik jenuh dan tidak mampu menampung aktvitas manusia. Pemadatan permukiman yang terus menerus berlangsung di pinggiran kota merupakan perwujudan nyata dari kebutuhan akan ruang di perkotaan meningkat (Giyarsih, 2001). Permukiman di sekitar kota memiliki keuntungan, yakni dekat dengan tempat melakukan kegiatan sehingga menghemat biaya transportasi. Namun bagi kalangan ekonomi menengah ke atas, kenyamanan bertempat tinggal menjadikan alasan utama mereka tinggal di perumahan yang lokasinya jauh dari kota.

Intensitas penggunaan lahan maupun pemafaatan lahan akan meningkat karena wilayahnya berkembang dengan pesat. Para investor atau pemilik modal akan semakin gencar berinvestasi di daerah ini misalkan dengen membeli lahan maupun perumahan. Perubahan kondisi aset penghidupan (dalam hal ini adalah lahan) baik karena adanya penjualan maupun perubahan penggunaan lahan akan sangat berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi di wilayah ini. Perubahan penggunaan lahan pertanian misalkan lahan sawah atau tegalan, menjadi lahan non pertanian mengubah cara pemanfaatan dan hasil atau produksi lahan.

Kemampuan ekonomi masyarakat sangat berpengaruh terhadap keputusan yang diambil oleh masyarakat pemilik lahan. Ketika penghasilan dari pertanian tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan, ada kemungkinan lahan akan dijual dan beralih profesi ke kegiatan non pertanian. Namun bagi pemilik lahan yang menghendaki tetap bertahan dengan kegiatan

pertanian, terdapat dua kemungkinan.Kemungkinan pertama pemilik lahan tetap mempertahankan lahan yang dimiliki dan tidak menjual lahannya.Atau kemungkinan kedua, pemilik lahan menjual lahan dengan harga tinggi untuk membeli lahan yang lebih murah.

Perubahan pemanfaatan lahan ini tentu memunculkan berbagai pertanyaan terkait dengan aspek penggunaan lahannya. Belum diketauinya keadaan pemilikan lahan masyarakat yang telah menjual lahannya, bentuk dan luasan lahan yang dimiliki penjual lahan, metode perubahan pemilikan lahan, produktivitas lahan, dan kondisi perekonomian rumah tangga penjual lahan memunculkan suatu permasalahn yang perlu diteliti.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penelitian iniadalah sebagai berikut:
1.   Membandingkan kondisi penggunaan lahan di Kecamatan Mlati dan perubahannya antara tahun 2001, 2007 dan 2011.

2.   Membandingkan luas pemilikan lahan penjual lahan sebelum dan sesudah pembangunan perumahan.

3.   Menjelaskan hubungan pembangunan perumahan terhadap perubahan bentuk, metode, dan orientasi penggunaan lahan.





4. Menjelaskan dampak pembangunan perumahan terhadap kondisi sosial ekonomi penjual lahan.


A. Pendekatan Kajian Penguasaan Lahan Kajian penguasaan lahan secara geografis
memberikan perhatian khusus pada interaksi manusia dengan lingkungannya (Wrigley 1967 dalam Bintarto dan Hadisumarmo 1979), dan lebih menekankan orientasinya pada masalah, dalam kerangka interaksi manusia dengan lingkungan.

Tiga pendekatan yang biasanya digunakan untuk kajian ilmu geografis yakni pendekatan aspek keruangan (spatial approach), pendekatan ekologi ( ecological approach), serta kewilayahan (regional complex) (Yunus, 2000). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan spasial dan pendekatan ekologis, yang menekankan deskripsi pada kondisi penguasaan lahan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat berkaitan dengan pembangunan perumahan.

Perubahan pemanfaatan lahan di pinggiran kota ditekankan pada perubahan penguasaan lahan pertanian ke lahan permukiman, baik dari aspek sebarannya maupun proses perubahannya (ekologikal). Hal ini berbeda dengan pendekatan spasial yang menekankan pada intensitas pembangunan perumahan terhadap perubahan pemilikan lahan.

2. Perumahan dan Permukiman

Berbicara mengenai perumahan lebih mengarah kepada konsep fisik bangunannya namun apabila sudah berkaitan dengan permukiman maka dapat dilihat sebagai komplekstitas antara kegiatan dan hubungan sosial manusia yang hidup didalamnya. Menurut Charles Abrams, ahli perumahan PBB tahun limapuluhan, perumahan bukan hanya lindungan saja, tetapi merupakan bagian dari kehidupan komunitas dan keseluruhan lingkungan sosial.

Perumahan sesungguhnya berkaitan erat dengan industrialisasi, aktivitas ekonomi, dan administratif serta berkaitan pula dengan kebutuhan akan pendidikan (Abrams, 1964 dalam Kuswartojo, 2005).


3. Pendukung Perkembangan Perumahan

Yunus (2001 dan 2005) mengemukakan bahwa terdapat 6 faktor yang mempengaruhi

proses perkembangan kota secara sentrifugal. Keenam faktor itu adalah aksesibilitas fiskal, fasilitas pelayanan umum, karakteristik lahan, karakter pemilik lahan, keberadaan peraturan tentang tata guna lahan (penggunaan lahan), dan faktor prakarsa pembangunan perumahan atau investor.

a. Aksesibilitas Fiskal berarti kemudahan suatu wilayah untuk dijangkau. Aksesibilitas dipengaruhi oleh aspek transportasi baik jaringan jalan maupun moda transportasi.

b. Fasilitas Pelayanan Umum merupakan faktor penarik agar penduduk datang ke wilayahnya.

c. Karakteristik Lahan berkaitan dengan kondisi topografi wilayah, polusi udara, ketersediaan air bersih, drainase, bebas dari ancaman bencana, air tanah bebas pencemar.

d. Pemilikan lahan, berkaitan dengan perubahan pemilikan lahan. Masyarakat ekonomi lemah mempunyai keenderungan lebih tinggi untuk menjual lahannya daripada yang status ekonominya lebih kuat.

e. Keberadaan peraturan yang mengatur tata guna lahan. Salah satu faktor yang berpengaruh kuat terhadap intensitas perkembangan spasial di daerah pinggiran kita apabila peraturan daerah yang ada dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.

Faktor prakarsa pengembang mempunyai peranan yang kuat dalam mengarahkan pengembangan spasial suatu kota.

4. Lahan dan Tanah
Berdasarkan terminologinya, tanah memiliki tiga pengertian (Sandi 1977, dalam Sadyohutomo, 2008) :

a. Tanah dalam arti tubuh tanah (soil) adalah sebagai media tumbuh tanaman atau sebagai tumpuan fondasi bangunan.

b. Tanah dalam arti materi yang dapat diangkut atau dipindahkan, misalnya tanah urug, pasir, dan sebagainya yang dapat diukur dengan satuan volume misalkan meter kubik (m³).

c. Tanah dalam arti bentang lahan (land), mencakup lapisan permukaan bumi dan ruang di atasnya sebatas yang berkaitan dengan penggunaan tanah tersebut, dalam

artian sebagai benda tak bergerak (ruang) yang dapat diukur dengan satuan luas misalkan meter persegi (m²) dan Ha.

Dalam penelitian ini, lahan diartikan sebagai benda tak bergerak, namun dapat dipindahkan status pemilikannya.

5. Penggunaan Lahan
Berdasarkan Ritohardoyo (2009) penggunaan lahan memiliki banyak definisi dan pengertian namun semuanya mengacu pada makna yang sama, yakni berkaitan dengan kegiatan manusia di permukaan bumi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kajian penggunaan lahan secara rinci mencakup enam aspek, yakni subjek, objek, bentuk, orientasi, metode, dan hasil penggunaan lahan.

Aspek-aspek penggunaan lahan dalam penelitian ini memiliki konsep yang lebih luas pada beberapa aspekBentuk dan luas penggunaan lahan yang diteliti adalah perubahannya, yakni perubahan pemanfaatan yang pernah dilakukan, misalnya dari sawah lahan basah menjadi perumahan. Perubahan bentuk penggunaan lahan tersebut akan berdampak pada perubahan orientasi penggunaan lahan. Lahan sawah yang digunakan sebagai lahan produksi tanaman pangan memiliki orientasi untuk dapat produktif sehingga tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi namun juga dapat dijual.Lain halnya ketika kemudian berubah menjadi tempat tinggal yang mana lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pribadi atau subsisten.

Aspek metode penggunaan lahan memiliki makna yang sedikit lebih luas. Pada awalnya metode berkaitan dengan cara pengolahan lahan pertanian untuk memperoleh hasil yang maksimal, misalkan dengan pemupukan, penyiangan, pengolahan, dan sebagainya seperti pengairan. Namun, metode penggunaan lahan dalam hal ini adalah cara dalam mendapatkan lahan maupun dalam mengelola lahan. Misalkan seseorang membeli perumahan dengan cara kredit, menyicil atau seseorang membeli lahan, dibangun rumah kemudian dikontrakkan, maka hal ini juga disebut sebagai metode penggunan lahan. Perubahan bentuk, orientasi, dan metode penggunaan lahan tentu saja akan mengakibatkan hasil dari penggunaan lahan ini


juga berubah. Hasil pemanfaatan lahan untuk kegiatan pertanian dapat dihitung dari jumlah panen atau volume komoditas yang ada. Kondisi ini berubah ketika lahan telah terkonversi menjadi rumah atau ruko maka hasil yang diperoleh dapat dihitung berdasarkan nilai bangunan atau harga sewa yang berlaku.

6. Penguasaan dan Pemilikan Lahan
Menurut Sadyohutomo (2008) hak-hak terhadap lahan mencakup hak memiliki, menguasai, menggunakan, dan mengalihkan hak atas lahan tersebut. Seseorang yang menguasai lahan belum tentu memiliki hak atas pemilikan lahan tesebut, misalkan penyewa lahan.Menurut status penguasaannya, tanah atau lahan dapat dibedakan menjad 3 kategori, yaitu:

A. Tanah Hak Milik Pribadi; B. Tanah Marga atau Tanah; C. Tanah Negara.

Dinamika





Lahan Perkotaan

Penduduk







Terbatas
























Kondisi Wilayah :





Kebutuhan Lahan







- Aksesibilitas

Kondisi

Meningkat






- Fasilitas

Demografi



















Pelayanan
















Pertumbuhan







- Karakter Lahan





Perumahan di



Aktivitas

Pinggiran Kota


- Pemilikan Lahan

Penduduk






- Tata Ruang










Perubahan

- Prakarsa





Penggunaan Lahan


Pengembang






















Perubahan

Perubahan Bentuk

Perubahan
Luas

Penggunaan Lahan



OrientasiPenggunaa







Perubahan Metode

Perubahan Hasil

Penggunaan Lahan

Penggunaan Lahan



Perubahan Kondisi
Sosial Ekonomi

Gambar 1. Diagram Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode survei.Lokasi penelitian dipilih berdasarkan kelengkapan data dan kesesuaian dengan tema yang akan diteliti.Kecamatan Mlati memiliki kondisi yang mewakili tema, karena kecamatan ini termasuk

dalam Kawasan Perkotaan Kota Yogyakarta, salah satu kecamatan yang paling banyak dibangun perumahan, baik skala besar maupun kecil. Selain itu, ketersediaan data penggunaan lahan di Kecamatan Mlati juga lebih lengkap dan lebih mutakhir apabila dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Tentu saja hal ini juga menjadi salah satu pertimbangan utama dipilihnya Kecamatan Mlati sebagai lokasi penelitian.

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekuner. Data primer diperoleh dari proses observasi dan wawancara dengan responden, sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi pemerintahan di lingkungan Kabupaten Sleman.

Responden dalam penelitian ini adalah penduduk di Kecamatan Mlati yang menjual lahan miliknya dan kemudian lahan tersebut dibangun perumahan. Metode sampling yang digunakan adalah Multi-stage Cluster Sampling karena pemilihan satuan sampling dilakukan lebih dari dua kali. Jumlah responden ditentukan dengan kuota, yakni 60 responden. Jumlah ini ditentukan dengan asumsi keterwakilan variasi informasi dari responden dan dat dapat

terdistribusi normal sehingga dapat dilakukananalisis statistik.
Data sekunder diperoleh dari BAPPEDA dan dinas terkait. Semua data diolah secara kuantitatif untuk mencapai tujuan penelitian. Analisis pembangunan perumahan menjelaskan pola sebaran dan perkembangan pembangunan perumahan. Analisis peta dengan overlay dilakukan untuk memperoleh data perubahan penggunaan lahan. Hubungan antara luas pemilikan lahan dan pendapatan responden dapat diketahui dengan melakukan uji korelasi

bivariate.Analisis perbandingan T-Test digunakan untuk membandingkan nilai rata-rata untuk variabel luas, bentuk, dan pendapatan responden, sebelum dan sesudah pembangunan perumahan.

Tabel 2.DataPrimer dan Data Sekunder
A.     Data Primer

Karakteristik Responden

Jenis Kelamin

Status dalam Keluarga Usia Responden Pendidikan (Tahun Sukses)



Jenis Pekerjaan

Perubahan Penggunaan Lahan dan Kondisi Sosial Ekonomi Penjual Lahan
Luas Pemilikan Lahan Luas Jual atau Beli Lahan Alokasi hasil penjualan lahan

Bentuk, Orientasi, dan Metode Penggunaan lahan

Pendapatan Penjual Lahan

B.    Data Sekunder

Karakteristik Fisik Daerah Penelitian Karakteristik Demografis
Jumlah, Kepadatan, dan Komposisi Penduduk Dokumen Perencanaan dan Pemetaan
Data Izin Pembangunan Perumahan tahun 2004-2011

Peta Penggunaan Lahan tahun 2001, 2007, dan 2011

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah penduduk yang semakin meningkat berbanding lurus dengan kebutuhan lahan dan tempat tinggal.Pembangunan perumahan yang terjadi di Kecamatan Mlati memberikan dampak yang besar terhadap perubahan bentuk penggunaan lahan.Perumahan tidak hanya dibangun di desa-desa yang dekat dengan kawasan perkotaan saja, namun sudah merambah ke desa-desa di pinggiran yang merupakan kawasan pertanian.

Pembangunan perumahan di Kecamatan Mlati dalam kurung waktu tahun 2004 hingga 2011 mencapai 68kompleks atau rata-rata tiap tahun ada delapan (8) kompleks perumahan baru. Data pembangunan perumahan ini berdasarkan izin yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman.Konsentrasi pembangunan perumahan secara umum terdapat di dua desa, yakni Desa Sinduadi dan Desa Sendangadi.Kedua desa ini berdasarkan data Kantor Dinas Pengendalian Pertanahan Daerah memang merupakan kawasan pengembangan permukiman kepadatan tinggi.

Berdasarkan gambar 2, pada tahun 2004 jumlah perumahan yang dibangun di Kecamatan Mlati paling banyak ada di Desa Sinduadi yakni mencapai 10 kompleks perumahan. Akan tetapi pada tahun-tahun berikutnya, jumlah perumahan paling banyak justru dibangun di Desa Sendangadi.Kondisi ini menunjukkan adanya

perubahan arah dan pola perkembangan perumahan di Kecamatan Mlati.

Perkembangan perumahan menunjukkan pola mengarah ke luar kawasan perkotaan. Desa Sendangadi secara spasial memang berada di utara Desa Sinduadi dan letaknya lebih jauh dari perkotaan. Perubahan pola pembangunan perumahan di kawasan pinggiran menunjukkan adanya kejenuhan di kawasan perkotaan dan sekitarnya. Berkembangnya kawasan pinggiran kota sebagai lokasi utama pembangunan perumahan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, mulai harga lahan, dari prakarsa pengembang, faktor fisik lingkungan,kebijakan pemerintah maupun minat konsumen atau pasar.


15

10

5

0

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sendangadi   Sinduadi

Tlogoadi     Sumberadi

Gambar 2. Perkembangan Perumahan 2004-2011
Sumber : Kantor DPPD Kabupaten Sleman, 2012


Perubahan penggunaan lahan adalah suatu keniscayaan sebagai konsekuensi dari adanya perkembangan wilayah. Perkembangan jumlah penduduk dan variasi kegiatan penduduk berakibat pada meningkatnya kebutuhan lahan dan perubahan penggunaan lahan. Berdasarkan tabel 2, pada periode 2001-2007 peningkatan luas lahan non pertanian paling cepat terdapat di Desa Sinduadi.Desa yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta ini mengalami pertambahan luas lahan non pertanian sebesar 18,39 Ha/tahun. Laju perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Mlati pada periode ini mencapai 39,86 Ha/tahun. Pada periode 2007-2011, laju perubahan penggunaan lahan cenderung menurun danlebih rendah apabila dibandingkan dengan periode sebelumnya. Kecepatan konversi lahan pertanian menjadi lahan pertanian per tahunnya 17,81 Ha. Desa




Sumberadi mengalam i pengura gan luas lahan pertanian terbesar pad a periode inidengan 5,68 Ha/tahun. Data laj perubah an penggunaan lahan pada dua periode waktu ter ebut menunjuk an adan a variasi spasial dan temporal.

Tabel 2. Laju Peru bahan Luas Pengguna n Lahan Kecamatan Mlati Tahun 2007-201 1




Per ode 1




Periode
2





(2001 -2007)








Desa






(2007-2011)




Laju


(%)




Laju

(
%)

















(ha/th)






ha/th)


















Sendanga di
9,
3,62
5,52
1 ,25


Sinduadi
18,3
4,06
1,16
0 ,15


Sumbera di
4,0
1,55
5,68
1 ,34


di wilayah
tempat
tin ggal mereka.Berdasar kan
gambar
3,
dapat
dik etahui
bahwa
mayor tas
penjual
lah n memiliki luas
lah n
akhir y ang
l ebih sempit daripada luas lahan yang dimiliki
sebelum  m enjual  laha n.  Sebesar  73,3%    ari

responden s elisih lahan awal dan lahan ak hir negatif yang berarti tid k ada perta mbahan la han yang  lebih  luas  dari pada  lahan  yang  dijual sebelumnya  Hanya 26 ,7% penjual lahan y ang embeli la han yang lebih luas d aripada la han

yang dijual.



Selisih Pemilikan L han Awal d n Akhir



Tirtoadi
3,9
2,19
2,06
0 ,70


Tlogoadi
4,3
2,53
3,39
1 ,18


Total

39,8

3,03

17,81

0
,80


26,7%

73,3%

 Selisih Negatif  Selisih Positif


Sumber:
Anali is
Peta
Penggunaan
Lahan,2013




Perbeda an
laju  perubahan
ahan  pert nian
menjadi la han non pertanian pa da dua pe riode ini diseba kan oleh eberapa h l.Salah satunya adalah terbitnya Per turan Bupati no.11 tahun 2007 te tang Pe gembanga n Perum han. Peraturan ini mem berikan batasan dalam pembangunan perumahan. Hal tersebut sedikit banyak m emberikan pengaruh positif pada pengurangan laju konversi lahan pertanian.

Rata-ra ta luas lah a n akhir ya ng dimiliki oleh para responden bila dibandingk an dengan rata-rata lua s lahan awal b erbeda s e cara nyata.Sepa ruh dari m ereka saat i ni memiliki luas lahan kurang dari 2.000 m².Kondisi ini disebabka karena se bagian bes ar para penjual lahan mengalokasika n hasil penjualan lahannya
untuk  m menuhi  k ebutuhan
yang
sif tnya
konsumtif.




Hasil  penjualan
lahan
pada
umu mnya
dialokasik an
untuk
memenu hi   kebutuhan
konsumtif,
misalnya
memb angun
rumah,
merenovasi rumah, m emnuhi kebutuhan sehari-hari, me mbeli ken araan untuk anak, dan sebagainy . Respond en yang membeli lahan dengan ua ng hasil penjualan l han jumlahnya hanya 27 responden saja.

Mayoritas respond en saat ini memiliki luas lahan yang lebih sempit daripada luas lahan yang sebelum kompleks peruma an berkembang


Gambar 3 .DiagramSelisih Pemilikan Lahan
Sumber : Has l Analisis, 2012

Analisis untuk menentukan per ubahan bentuk

penggunaan      lahan     akibat       pembangu nan
perumahan ada dua. Pertama te rkait den gan konversi lah an yang dijual maup un lahan y ang dimiliki res ponden.Lahan yang dijual oleh para responden s ebagian bes ar telah berubah menjadi
l ahan
terbangun.
Dat a
menunjukkan
71,02%
l ahan
ter ebut

tel ah

berub ah
menjadi
perumahan. Lahan pert anian yang
dimiliki oleh
para
responden

jug a
mengal mi
konv ersi
enjadi
la han
terbangun.
Setid aknya
seluas
19.143  m²atau

35,03%
dari
seluruh
la han
pertanian
y ang
dimiliki

para
penjual
la han
berubah me njadi lahan terbangun.



Analisis  yang
ke-dua
berkaitan

den gan
dominasi
b entuk
peng gunaan la han awal  dan
akhir. Persentase luas lahan perta
ian awal para
responden ecara keseuruhan men capai 87,83 %.

B ahkan 37 responden
memiliki persentase la han
pertanian
d alam
klasifikasi
tinggi
yakni
dia tas
66%. Perubahan
dominasi
bentu k
penggun aan
l ahan  akhir  terlihat
dari  besarnya
la han
t erbangun
y ang
mencapai
50,16%. Mayor itas
responden
juga
me
iliki
pers entase
la han
pertanian y ng masuk klasifikasi rendah yakni
encapai
40
responden.Fak ta
tersebut
enunjukkan

pem bangunan
peruma han



berdampak pada peru bahan bentuk penggunaan lahan di Kecamatan M lati.


Tabel   2.Klasifik asi   Persentase

Lahan
Pertanian
























No


Klasifikasi


Batas Klas


Respon
en







Awal

Akhir











1


Rend ah

0 – 33,33%
7

40
2


Sedang

33,34 –
16

6



66,67%
















3


Tinggi

66,67-

37

14



100%




















Total



60



60

Sumber : Hasil Analisis, 2012







Orientasi dan metode penggunaan lahan pertanian yang dimiliki oleh par a penjual lahan sebelum dan sesudah menju al lahan pada umumnya sama. Hal ini karena obyeknya sama, yakni lahan pertanian. Berbeda engan orientasi dan metod e penggunaan lahan terbangun yang mengalami perkembangan.Lah an terbangun yang dimilki oleh p ara penjual lahan saat ini bersifat l ebih kom rsil.Pada awalnya lahan terbangun yang dimiliki oleh pa r a penjual lahan ini hanya berupa ru ah tinggal dan semuanya digunakan sendiri oleh pemilikn ya.Sebanyak 15 dari 60 responden mengaku bahwa lahan terbangun yang dimiliki saa t ini be rsifat komersil. Lahan terb angun yan g berupa ru mah tinggal na mun sudah menjadi rumah kontr kan, ditambah amar-kam r kos, maupun toko.

Perilak
merubah
fungsi
l han
terbangun
berupa
rumah
m enjadi
l bih
kom ersil
merupakan
suatu ben tuk penye suaian.Tindakan
ini   meru pakan
a
aptasi
a kibat
sem akin
sempitnya
lahan
yang
dimiliki
dan
perkemban gan
wilayah
d
Kecam atan
Mlati.Kondisi ini menunjukkan pembangunan perumahan secara um um tidak b erdampak pada metode dan orientasi ahan perta nian.Akan tetapi pembangu nan perumahan mengakib tkan perubahan metode dan orient si penggunaan lahan terba ngun.

Rata -ra ta pendap atan para penjual l ahan setelah menjual lahan lebih ting i daripada rata-rata pend apatan m ereka seb elum menjual lahan.Data pendapatan responden menunjukkan rata-rata pendapatan penjual lahan setelah menjual l han secar a umum meningkat.S lisih rata-rata pendapatan awal dan khir responden mencapai 191.138,90 rupiah.A ngka rata-rata pendapata n dapat menjelaskan kondisi eko nomi


para respon den secara keseluruha secara relatif dalam arti p endapatan secara keseluruhan.

Analisis       lebih        mendalam       mengenai
perubahan p endapatan dapat men ggunakan data

asing-masing
rumah
tangga.Fakta
enunjukkan  bahwa  jumlah
re ponden  y ang
engalami
peningkat an  pendapatan
ada
25
responden
atau
me capai
41,7%.
Jumlah
responden
ang
penda patannya  berkurang
ada
20 responden (33,3%) dan sisany a sebanyak 15

responden ( 25%)
tidak mengalami
peruba han
pendapatan.  Data
tersebut
dapat
diguna kan
untuk menarik kesimpulan bahwa
meski r ta-
rata  pemilikan  lahan  yang
se makin  sem pit
namun pend apatnnya tidak berkurang.Fakta ini dipengaruhi oleh pek erjaan uta ma respon den yang pada umumnya bu kan di sektor pertania n.

25%           33.30%

41.70%                Berkurang
 Bertambah  Tetap

Gambar 3. Se isih Penda patan Sumber : Has l Analisis, 2012

Hubungan antara luas pem ilikan la han dengan pen dapatan jug a menujukkan hubun gan
yang lemah.Hal
ini be rarti
sema kin
sempit nya
l ahan
per tanian
ti
ak
berd ampak
d apa
penguranga
pendapatan
respon en.Dua fakta
i ni dapat m enjelaskan
mengapa pembangu nan
perumahan
tidak
ber
ampak
si gnifikan  p ada
pendapatan responden
tau penjua l lahan.
ESIMPU LAN








1. Pembangunan
per mahan
di
Kecamatan
Mlati
s ejak

tahu n
2004
hingga
2 11
mencapai 68 unit.  Data ini berdasarkan izin
yang dite rbitkan oleh Pemerintah Kabupaten
Sleman. Pembangunan perumahan
terpu sat
terdapat
di dua des a,
yakni
esa
Sinduadi
dan Desa
Sendanga di. Informasi dari Kan tor
Dinas

engendalia n
Pertan ahan

Daerah
menunju kan ke-dua desa ters ebut mem ang
direncana kan
sebagai
kawasan  permukim an
kepadata n
tinggi.

Peningkatan

jumlah
pendudu

berban ding

lurus


den gan
kebutuhan
lahan
dan
tem pat

ting gal.
Pembangunan
perumahan  yang
terjadi  di

Kecamatan Mlati memberikan dampak yang besar terhadap perubahan bentuk penggunaan lahan. Laju perubahan penggunaan lahan menunjukkan variasi spasial dan temporal. Pada periode 2001-2007, laju perubahan penggunaan lahan menjadi lahan non pertanian paling cepat di Desa Sinduadi yakni mencapai 18,39 Ha/tahun. Laju perubahan penggunaan lahan pada periode 2007-2011 paling besar ada di Desa Semberadi yakni mencapai 5,68 Ha/tahun.

2.   Pembangunan perumahan di Kecamatan Mlati memberikan dampak pada pengurangan luas pemilikan lahan penduduknya. Rata-rata luas lahan akhir yang dimiliki oleh para responden bila dibandingkan dengan rata-rata luas lahan awal berbeda secara nyata. Mayoritas responden memiliki lahan kurang dari 2.000m² bahkan separuh dari responden saat ini memiliki lahan yang luasnya kurang dari 1.000 m². Kondisi ini disebabkan karena sebagian besar para penjual lahan mengalokasikan hasil penjualan lahannya untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya konsumtif.

3.   Peningkatan kebutuhan lahan perumahan penduduk mengakibatkan perubahan bentuk penggunaan lahan. Analisis untuk menentukan perubahan bentuk penggunaan lahan akibat pembangunan perumahan dapat dilihat dari dua kondisi. Pertama, terkait dengan konversi lahan yang dijual responden dan yang lahan yang dimiliki oleh responden. Lahan pertanian yang dijual oleh para responden sebagian besar telah berubah menjadi lahan terbangun. Data menunjukkan 71,02% lahan pertanian yang menjadi obyek jual beli telah berubah menjadi lahan terbangun. Lahan pertanian yang dimiliki oleh para responden juga menunjukkan adanya perubahan menjadi lahan terbangun. Persentase lahan pertanian responden yang terkonversi mencapai 35,03% dari seluruh lahan pertanian. Analisis yang ke-dua berkaitan dengan dominasi bentuk penggunaan lahan awal dan akhir. Mayoritas responden (37) memiliki lahan pertanian dengan persentase luas lahan pertanian awal lebih dari 66,67% Kondisi pemilikan lahan akhir menunjukkan kondisi sebaliknya. Mayoritas responden (40) memiliki lahan pertanian dibawah 33,33%.

4.   Orientasi dan metode penggunaan lahan pertanian yang dimiliki oleh para penjual lahan sebelum dan sesudah menjual lahan pada umumnya sama. Hal ini karena obyeknya sama, yakni lahan pertanian. Berbeda dengan orientasi dan metode penggunaan lahan terbangun yang mengalami perubahan. Sebanyak 15 dari 60 responden mengaku bahwa lahan terbangun yang dimiliki saat ini bersifat komersil. Perilaku tersebut menunjukkan adanya adaptasi penduduk untuk menambah penghasilah karena ada perubahan yang ada di wilayahnya. Rata-rata pendapatan para penjual lahan setelah pembangunan perumahan lebih tinggi daripada rata-rata pendapatan mereka sebelum menjual lahan. Selisih rata-rata pendapatan awal dan akhir responden mencapai 191.138,90 rupiah. Jumlah responden yang mengalami peningkatan pendapatan ada 25 responden atau mencapai 41,7%. Responden yang berkurang pendapatannya ada 20 responden (33,3%) dan sisanya sebanyak 15 responden (25%) tidak mengalami perubahan pendapatan. Data tersebut dapat digunakan untuk menarik kesimpulan bahwa rata-rata pemilikan lahan yang semakin sempit tidak berdampak negatif pada mayoritas responden. Fakta ini didukung oleh data bahwa pekerjaan utama para responden pada umumnya tidak terkait langsung dengan pengolahan lahan. Mayoritas responden memiliki profesi di sektor non pertanian.






















DAFTAR PUSTAKA

Bintarto dan Hadisumarmo, S. 1979. Metode Analisa Geografi. Jakarta:LP3ES.

Giyarsih, S.R. 2001. Gejala Urban Sprawl Sebagai Pemicu Proses Densifikasi Permukiman di Daerah Pinggiran Kota (Urban Fringe Area) Kasus Pinggiran Kota Yogyakarta. Dalam: Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol 12.
Kuswartojo,  Tjuk.   2005.    Perumahan    dan
Permukiman         Indonesia.         Bandung:
Penerbit ITB.
Ritohardoyo, Su. 2009. Perencanaan Penggunaan Lahan. Yogyakarta: Fakultas Geografi.

Sadyohutomo, Mulyono. 2008. Manajemen Kota dan Wilayah; Realita dan tantangan.Jakarta: Bumi Aksara.

UN-HABITAT.2002.Sustainable Urbanisation
:    Achieving   Agenda    21.     London    :
Information Departement DFID.
Yunus,    Hadi    Sabari.    2001.     Perubahan
Pemanfaatan Lahan di Daerah Pinggiran
Kota     (Kasus     di     Pinggiran       Kota
Yogyakarta).Disertasi.Yogyakarta             :
Fakultas Geografi.
________________. 2005. Manajemen Kota :
Perspektif Spasial.    Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Total comment

Author

FSAproject

0   komentar

Cancel Reply